UNTUK DIKETAHUI DAN DIRENUNGKAN

21 November 2010

LOMPATAN-LOMPATAN USIA



BEBERAPA bulan lalu, saya membeli sebuah buku yang  
mengisahkan perjalanan hidup tokoh-tokoh besar Islam.
Buku tersebut cukup lengkap karena memuat tokoh-tokoh
Islam dari generasi awal hingga generasi terakhir.
Maka tak berlebihan bila buku itu disebut ensiklopedi
tokoh Islam; sebagaimana judulnya.

Kebetulan, tokoh pertama yang saya baca adalah Umar
bin Abdul Aziz, khalifah yang paling menonjol
sekaligus paling terkenal dari Dinasti Ummayah. Pada
usia 24 tahun ia telah diangkat menjadi Gubernur
Madinah. Karena kehebatan dan kebijaksanaannya dalam
memimpin, beberapa tahun kemudian ia pun diangkat
menjadi penguasa Dinasti Ummayah. Masa pemerintahannya
"hanya" berlangsung beberapa tahun saja, karena pada
usia 36 tahun beliau dipanggil menghadap Sang
Mahakuasa.

Apa yang dihasilkan Umar bin Abdul Aziz dalam usianya
yang singkat itu? Saat ia berkuasa kekuasaan Dinasti
Ummayah terbentang sepanjang Samudera Atlantik hingga
Dataran Tinggi Pamir, rakyatnya hidup dalam ketenangan
dan kesejahteraan yang hampir tak ada duanya. Yang
terpenting, pemimpin besar ini telah mewariskan contoh
terbaik bagaimana caranya memimpin rakyatnya dan
mengabdi pada Tuhannya. Itulah yang menjadikan cucu
Umar bin Khattab ini bagaikan monumen hidup yang terus
"dikunjungi" hingga sekarang.

Membaca kisah ini, lutut saya seakan lemas dan timbul
rasa malu dalam hati. Betapa dalam usia yang hampir
seperempat abad ini, belum ada satupun yang mampu saya
berikan kepada umat. Ya, jangankan mengurus
umat-sebagaimana Umar bin Abdul Aziz-atau mengurus
keluarga, hatta mengurus diri sendiripun belum
sanggup.

Lutut saya terasa makin lemas dan semakin malu (tapi
makin bersemangat), setelah membaca perjalanan
tokoh-tokoh besar lainnya, seperti Imam Bukhari, Imam
Muslim, Ibnu Sina, Imam Al-Ghazali, Muhammad Iqbal,
Hasan Al-Banna, ataupun Prof. Abdul Salam. Betapa
mereka mau mempertaruhkan seluruh hidupnya untuk
kebaikan dan kemajuan umat.

Meskipun usianya relatif singkat, tapi kontribusi dan
dedikasi mereka tidak terbantahkan. Tak heran bila ada
yang mengatakan bahwa mereka itu masih hidup. Yang
mati hanyalah jasadnya, sedangkan nama dan kebaikannya
terus abadi hingga sekarang. Lihatlah, Imam Bukhari
wafat pada usia 62 tahun. Imam Muslim wafat pada usia
59 tahun. Ibnu Sina 56 tahun. Begitu pula Imam
Al-Ghazali, beliau hanya hidup selama 53 tahun.
Rentang waktunya mereka hidup begitu jauh dengan kita,
tapi kita masih mengenang kebaikan dan jasa-jasanya.

* * *

SAYA jadi teringat pada apa yang dikatakan Imam
Syafi'i, bahwa usia manusia itu ada dua jenis, yaitu
usia biologis dan usia kedewasaan. Usia biologis
adalah usia yang selalu kita peringati setiap tahun,
usia kita di KTP, dan yang tercatat di kelurahan.
Sedangkan usia kedewasaan ditentukan oleh seberapa
tinggi tingkat keilmuannya; seberapa banyak
kontribusinya bagi agama dan masyarakatnya; ataupun
seberapa matang akhlak dan kepribadiannya.

Masalahnya, usia biologis seseorang tidak selalu tegak
lurus, selaras, dan sebanding dengan usia
kedewasaannya. Ada orang yang usianya sudah 50 atau 60
tahun, tapi ia tidak mau mengembangkan diri, maka
kelakuannya masih seperti anak-anak, ilmunya hanya
setaraf SD, dan kontribusinya bagi umat bernilai nol.
Di pihak lain ada orang yang usianya baru 20 atau 30
tahun, tapi ia tekun belajar dan mengembangkan diri,
hingga cara berpikirnya menjadi dewasa, ilmunya luas,
dan kontribusinya bagi umat sangat banyak.

Mungkin, itulah yang dilakukan tokoh-tokoh kita di
atas. Usia biologis mereka terhitung pendek, tapi usia
keilmuan dan kontribusinya pada umat sangat panjang,
hingga beribu-ribu tahun. Mereka mampu melakukan
lompatan-lompatan dalam hidupnya, sehingga usia
keilmuan dan kontribusinya pada umat jauh lebih
panjang daripada usia biologisnya.

Jadi, yang terpenting adalah bukan berapa usia kita
secara biologis, tapi berapa usia kedewasaan kita;
usia keilmuan dan kontribusi kita. Karena itu, Nabi
Saw. pernah berdoa, "Ya Allah berilah kami usia yang
panjang". Tentu makna usia yang panjang di sini
relatif sifatnya. Kita bisa dikaruniai usia panjang
secara fisik, seperti 80 atau 100 tahun. Tapi kita pun
bisa dikaruniai satu berkah usia walaupun itu pendek.
Kita diberi umur 30 tahun misalnya, tapi kita mengisi
usia tersebut dengan belajar dan berjuang untuk umat.
Tentu, itu jauh lebih baik daripada diberi umur 60
tahun tapi menyusahkan orang lain. Wallahu a'lam
bish-shawab. (Ems) ***

No comments:

Post a Comment